Sekilas.co – Intermittent Fasting atau puasa berkala kini menjadi salah satu pola diet paling populer di kalangan masyarakat urban Indonesia. Diet ini dikenal sederhana karena tidak membatasi jenis makanan secara ketat, melainkan mengatur waktu makan. Metode ini dianggap efektif tidak hanya untuk menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan kesehatan metabolik secara keseluruhan.
Intermittent Fasting (IF) bekerja dengan memberi jeda waktu antara makan dan berpuasa. Metode yang paling umum adalah pola 16:8, yaitu berpuasa selama 16 jam dan hanya makan dalam jendela waktu 8 jam. Misalnya, seseorang mulai makan pukul 12 siang dan selesai pukul 8 malam, lalu berpuasa hingga keesokan harinya. Ada juga metode 5:2, di mana seseorang makan normal selama lima hari dan melakukan defisit kalori (sekitar 500 600 kalori) selama dua hari dalam seminggu.
Menurut dr. Aditya Naufal, ahli gizi dari RS Permata Jakarta, IF bekerja dengan menurunkan kadar insulin dalam tubuh dan memberi waktu bagi sistem metabolisme untuk membakar lemak yang tersimpan. Selama berpuasa, tubuh beralih dari membakar glukosa menjadi membakar lemak sebagai sumber energi. Inilah yang menyebabkan penurunan berat badan yang konsisten, jelasnya.
Selain manfaat penurunan berat badan, sejumlah studi menyebutkan bahwa intermittent fasting juga dapat membantu menurunkan risiko diabetes tipe 2, meningkatkan fungsi otak, dan memperlambat proses penuaan. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cell Metabolism bahkan menunjukkan bahwa IF dapat memperbaiki tekanan darah dan kadar kolesterol pada peserta yang menjalani diet ini selama 12 minggu.
Meskipun terlihat sederhana, IF tidak cocok untuk semua orang. Orang dengan kondisi medis tertentu seperti diabetes, gangguan makan, ibu hamil atau menyusui disarankan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum mencobanya. Kunci dari IF bukan sekadar menahan lapar, tapi menjaga kualitas makanan saat jendela makan terbuka, tambah dr. Aditya.
Pakar gizi juga menyarankan agar tetap mengonsumsi makanan bergizi seimbang selama waktu makan. Sayur, buah, protein tanpa lemak, dan lemak sehat tetap menjadi pilihan utama. Menghindari makan berlebihan saat berbuka puasa juga penting agar tubuh tidak malah kelebihan kalori dan mengganggu manfaat IF itu sendiri.
Popularitas diet ini semakin meningkat karena fleksibilitasnya. Banyak pekerja kantoran dan masyarakat urban merasa IF lebih mudah diikuti dibandingkan diet ketat yang membatasi jenis makanan tertentu. Ditambah lagi, IF tidak memerlukan suplemen mahal atau makanan khusus, membuatnya lebih ekonomis dan praktis dalam jangka panjang.
Dengan kombinasi disiplin waktu makan, konsumsi makanan bergizi, dan aktivitas fisik teratur, intermittent fasting dapat menjadi solusi jangka panjang bagi masyarakat yang ingin hidup lebih sehat dan menjaga berat badan ideal. Seperti pola makan lainnya, keberhasilan diet ini bergantung pada konsistensi dan gaya hidup sehat secara menyeluruh.





