Depresi di Jakarta Tinggi Stigma Negatif Bikin Warga Enggan Cari Bantuan

foto/istimewa

sekilas.coKementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa angka depresi di DKI Jakarta lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Sebanyak 1,5 persen penduduk DKI Jakarta berusia di atas 15 tahun mengalami depresi, sementara secara nasional prevalensi depresi hanya tercatat 1,4 persen.

Terkait data gangguan depresi, rata-rata nasional 1,4 persen, DKI Jakarta sedikit lebih tinggi, 1,5 persen, ujar Ketua Tim Kerja Deteksi Dini dan Pencegahan Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA Kementerian Kesehatan, Yunita Arihandayani, dalam diskusi daring, Jumat (21/11), dilansir CNN Indonesia dari Antara.

Baca juga:

Depresi adalah gangguan kesehatan mental umum yang ditandai suasana hati yang tertekan atau hilangnya kesenangan dan minat terhadap aktivitas dalam jangka waktu lama. Gangguan ini dapat terjadi pada siapa saja. Menurut data WHO, sekitar 332 juta orang di dunia mengalami depresi, namun di negara berpenghasilan tinggi, hanya sepertiga penderita yang menerima perawatan kesehatan mental.

Di Indonesia, masalah kesehatan jiwa pada usia di atas 15 tahun berada di peringkat kedua dari 10 penyakit tertinggi. Jawa Barat menjadi daerah dengan prevalensi masalah kesehatan jiwa tertinggi sebesar 4,4 persen, sedangkan DKI Jakarta tercatat 2,2 persen, masih di atas rata-rata nasional 2 persen.

Meski demikian, masih sedikit orang yang mau mencari pertolongan profesional. Hanya 0,7 persen orang dengan gangguan cemas dan 12,7 persen orang dengan depresi yang melakukan pengobatan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kesadaran diri dan adanya stigma negatif terkait kesehatan mental.

Misalnya, sering dibilang orang yang sedih terus, orang yang enggak punya semangat, dibilang kurang kuat iman, ujar Yunita. Padahal, gangguan cemas dan depresi perlu mendapatkan pertolongan, karena jika dibiarkan, kondisi dapat memburuk.

Saat mengalami episode depresi, seseorang dapat merasakan perubahan suasana hati seperti

Sedih terus-menerus atau mudah tersinggung

Kehilangan minat dan kesenangan dalam aktivitas sehari-hari

Konsentrasi rendah

Perasaan bersalah berlebihan atau harga diri rendah

Putus asa tentang masa depan

Pikiran tentang kematian atau bunuh diri

Gangguan tidur

Perubahan nafsu makan atau berat badan

Merasa lelah atau kurang energi

Episode depresi berbeda dari fluktuasi suasana hati biasa, berlangsung hampir sepanjang hari, setidaknya selama dua minggu, dan dapat mengganggu berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial, pekerjaan, dan sekolah. Tingkat keparahan depresi dikategorikan menjadi ringan, sedang, atau berat berdasarkan gejala dan dampaknya.

Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi antara lain

Terapi bicara menjadi pengobatan utama. Teknik yang efektif meliputi

Aktivasi perilaku

Terapi perilaku kognitif

Psikoterapi interpersonal

Terapi pemecahan masalah

Obat antidepresan, seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) termasuk fluoxetine, digunakan untuk depresi sedang hingga berat. Untuk depresi ringan, obat antidepresan biasanya tidak diperlukan. Penggunaan obat pada anakanak dan remaja harus sangat hati-hati.

Upaya perawatan diri juga penting untuk mengelola gejala dan meningkatkan kesejahteraan, antara lain:

Melakukan aktivitas yang digemari

Tetap terhubung dengan teman dan keluarga

Olahraga secara teratur, meski hanya berjalan kaki sebentar

Menjaga pola makan dan tidur teratur

Mengurangi konsumsi alkohol dan menghindari obat-obatan terlarang

Bercerita dan berbagi perasaan dengan orang terpercaya

Mencari bantuan profesional bila diperlukan

Jika kamu mengalami depresi atau mengetahui seseorang yang sedang mengalaminya, jangan ragu mencari bantuan. Kamu berharga, tidak sendiri, dan berhak merasa tenang serta bahagia dalam hidup.

Artikel Terkait